Manado Newsbin.Com – Penasehat Hukum Dr Santrawan Totone Paparang SH., MH., MKn., mengingatkan masyarakat Kalasey II, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, tidak gentar mengadukan Peristiwa Penyerobotan Lahan disertai Pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) pada 7 November 2022 lalu, kepada kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Utara (Sulut). Newsbin, pada 12/05/2023.
Selain itu kata Santrawan, dirinya akan meminta Kapolda Sulut Inspektur Jenderal (Irjen) Pol. Setyo Budiyanto, melakukan Audens sebagai langkah untuk menuntaskan Peristiwa tersebut termasuk mengungkap siapa saja Oknum Polisi yang melakukan Intimidasi serta kekerasan terhadap Warga.
Santarawan menegaskan, Peristiwa dengan klasifikasi Pelanggaran HAM berat, dan diduga dilakukan sejumlah Oknum Polisi, dan Oknum Polisi Pamong Praja (Pol-PP) itu harus dituntaskan karena telah menyalahi Prosedur Tetap (Protap) Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Nomor 1 Tahun 2010 tentang penganggulangan anarki.
“Masyarakat tidak perlu takut sepanjang berada di Jalur Hukum Yang Benar. Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Aparatur Keamanan jangan memelintir sesuatu yang benar, dan kemudian disalahkan. Kita juga akan menyertakan bukti-bukti kekerasan,” Tandas Santrawan.
Dikatakannya, masyarakat Kalasey II hanya mempertahankan tanah atau lahan yang mereka garap selama berpuluh-puluh tahun, dan secara turun – temurun. Jadi kata dia, sangat wajarlah jika masyarakat mempertahankan apa yang telah menjadi milik mereka.
Imbas dari Peristiwa itu, Santrawan menandaskan, dirinya, dan Hanafi Saleh, SH., akan mendatangi Markas Besar (Mabes) Polda Sulut untuk Mendampingi Petani, dan Masyarakat Desa Kalasey II, mengadukan Peristiwa 7 November 2022 lalu.
“Sebanyak 300 orang akan Mengadukan perihal tersebut ke Polda Sulut.
“Saya bersama Hanafi Saleh, dan Tim serta teman-teman Mahasiswa, akan turun ke jalan mendampingi Petani, dan masyarakat akan mengadukan kepada Kapolda, Wakapolda, dan Kepala Bidang (Kabid) Divisi Profesi, dan Pengamanan (Propam) Polda Sulut, atas Pelanggaran HAM tersebut,” Ketus San.
Menurutnya, Pelanggaran HAM yang diduga melibatkan sekitar ratusan Personil Anggota Polri itu dilakukan secara membabi buta, menembaki Warga dengan gas air mata, melakukan Intimidasi keras, menghancurkan lahan Warga, mengusir Warga dari lahan, dan memaki-maki Warga.
Tindakan Brutal tersebut merupakan penyalahgunaan Kewenangan melampaui batas atau Tindakan Ultra Vires, dan berakibat Melawan Hukum serta bertentangan dengan Presisi yang dicanangkan Kapolri Jenderal Drs. Pol Listyo Sigit Prabowo, MSi.
“Tindakan Brutal Oknum Anggota Polri sangat tidak Manusiawi, dan meyakiti hati Masyarakat. Kami berharap Kapolda Sulut dapat menuntaskan Kasus ini, termasuk Sidang Kode Etik. Jika nantinya terbukti, dan demi membersihkan Nama Baik Institusi, segera Pecat semua Anggota Polri yang diduga ikut terlibat, termasuk Atasan/Pimpinan yang memberi Tugas kepada Para Anggota tersebut. Sedangkan untuk Anggota Sat-Pol PP akan dilaporkan ke Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Sulut,” Urai San, sembari menambahkan dia, dan Hanafi Saleh akan berjuang tanpa pamrih membela kepentingan Warga Kalasey II sampai di tingkat mana pun dalam melawan kebathilan.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Angkatan 1989 juga menambahkan kalau Peristiwa tersebut mengakibatkan beberapa Warga mengalami luka memar akibat terkena gas air mata, dan benda tumpul lainnya yang ditengarai milik Oknum Petugas Keamanan. Bahkan kata dia, ada beberapa Mahasiswa yang ikut membela Warga mendapat Perlakuan Kasar (diseret-red) Petugas.
“Dari bukti-bukti inilah, saya akan mendesak Kapolda Sulut menuntaskan Peristiwa yang telah menyusahkan kehidupan masyarakat. Saya tidak terima hak-hak masyarakat diinjak-injak hanya untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang haus kekuasaan,” Ketus San, panggilan akrab Santrawan.
Di sisi lain San menyatakan Peristiwa tersebut harusnya tidak terjadi jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut menjalankan Sistem Hukum di Indonesia. Dikatakan, mestinya sebelum melakukan Eksekusi Pemprov Sulut harus mencari bukti, dan kebenaran kalau lahan seluas 225 hektare di Desa Kalasey adalah hak mereka dengan status hak pakai.
“Pertanyaannya, kalau benar lahan yang disengketakan milik Pemprov Sulut, kenapa nanti sekarang ini dipermasalahkan. Kenapa pada Era Kepemimpinan Gubernur-gubernur Sulut terdahulu tidak pernah permasalahkan. Ini adalah cela yang harus diluruskan kebenarannya,” Ujar San.
Lebih mengherankan lagi, kenapa Eksekusi dilakukan hanya berdasarkan Putusan yang diterbitkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang jelas-jelas hanya menangani Perkara Administrasi. Perkara di PTUN tidak pernah mengenal Eksekusi reall terhadap pengosongan lahan, karena masuk dalam domain Pengadilan Negeri (PN).
Arthur Mumu – Red Newsbin.